300x600
Kisahagamaislam.blogspot.com- Abu Jahal Sebenarnya merasa takjub dengan
Al Qur’an. Akan tetapi, karena gengsi dan kesombongannya, Abu Jahal tidak mau
terang-terangan mengakuinya. Sampai akhirnya apa yang dia sembunyikan itu
terbongkar.
Pada suatu malam Abu Jahal keluar secara
diam-diam ke rumah keponakannya, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Dia (mencuri)
yaitu dengan mendengar bacaan Al Qur’an keponakannya itu, dan tanpa terasa
terangnya subuh mulai menggulung gelapnya malam. Merasa khawatir tindakannya
diketahui orang lain, Abu Jahal pulang dengan langkah yang hati-hati. Akan
tetapi takdir Allah mempertemukan dia di perjalanan dengan dua temannya, yaitu
Abu Sufyan dan Al Akhnas bin Syuraiq.
Baca : Bisikan Dan Curhatan Jiwa
Sungguh mengagetkan sekaligus
menggelikan, ternyata mereka baru saja melakukan hal yang sama, yaitu mencuri mendengar
bacaan Al Qur’an Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Mereka bertiga pun
tak dapat lagi menyembunyikan rasa malu mereka. Akhirnya mereka sepakat untuk
tidak lagi mengulangi perbuatan mereka.
Namun nyatanya, malam kedua mereka
kembali lagi. Mereka mengingkari janji mereka lagi. Dan Allah pun mempertemukan
mereka kembali di jalan, semakin malulah mereka. Lalu mereka membuat janji lagi
untuk tidak mengulanginya. Tapi apa yang terjadi?
Di malam ketiga, mereka tetap ingkar
janji, mereka datang kembali untuk mencuri dengar bacaan Al Qur’an Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam di rumahnya. Dan, mereka pun berpapasan lagi untuk
yang ketiga kalinya. Mereka mulai saling menyalahkan satu sama lain. Akhirnya,
berjanji lagi, dan lagi. Masing-masing mereka berjanji akan mengakhiri
perbuatan mereka itu.
Kejadian itu membuat Akhnas bin Syuraiq
bertanya-tanya, kenapa bisa terjadi seperti itu? Akhnas bin Syuraiq tidak bisa
menahan dirinya untuk meminta pendapat tentang apa yang dirasakan oleh kedua
temannya. Ia pun pergi ke rumah Abu Sufyan.
“Ceritakan padaku wahai Abu Hanzhalah,
apa yang kamu rasakan saat kamu mendengarnya dari Muhammad?”, tanyanya.
Abu Sufyan menjawab, “Wahai Abu
Tsa’labah, demi Allah, aku telah mendengar sesuatu yang aku tahu maknanya. Dan
aku juga mendengar seuatu yang aku tidak tahu maknanya”. Akhnas menimpali, “Dan
aku, demi Allah, juga merasakan hal yang sama”!
Baca : Jasa Sang IBU (Surga di Bawah Telapak Kakinya)
Merasa Akhnas mendapat kesan yang sama
dari Abu Sufyan, Akhnas meneruskan langkahnya ke kediaman Abu Jahal.
“Wahai Abul Hakam, apa yang kamu rasakan
saat mendengar lantunan ayat Al-Qur’an dari Muhammad?”, tanyanya.
Abu Jahal menjawab, “Apa yang aku
dengar?”.
Dengan gaya diplomatis dan rasa gengsi
yang tinggi ia berkata, “Kita telah bersaing dengan keturunan Abdul Manaf dalam
kemuliaan. Mereka memberi makan orang, kita pun memberi makan orang. Mereka
menolong orang, kita juga menolong orang, mereka memberi, kita juga memberi,
sampai kita kalah seperti halnya tadi malam. Seolah kita adalah kuda yang
tergadaikan”.
Akhnas berkata, “Aku aku tak perlu
basa-basimu. Sekarang jelas, telah datang seorang Nabi dari bangsa kita, yang
telah diberikan wahyu kepadanya. Kapan kita menyambut kesempatan yang emas
ini?”. Dengan sombongnya Abu Jahal berkata, “Demi Allah kita tidak akan
mengimaninya dan membenarkannya!”
Demikianlah Abu Jahal yang tahu akan
kebenaran, akan tetapi kesombongannya membumbung tinggi bagai gunung yang
membuatnya tidak mau mengakui kebenaran. Tapi, ada yang menarik dari kisah di
atas. Abu Jahal menikmati syahdunya Al Qur’an hingga subuh, lantas kenapa kita
baru lima menit sudah ingin tidur? Kusisakan pertanyaan kecil tersebut sebagai
penutup dalam sepotong kisah ini. Semoga Allah memberkahimu…
———
Diterjemahkan bebas dari kitab, “Siroh ibn Hisyam”, yang dikenal dengan “As Siroh An Nabawiyah”.
Diterjemahkan bebas dari kitab, “Siroh ibn Hisyam”, yang dikenal dengan “As Siroh An Nabawiyah”.
0 Comments